Saturday 29 November 2014

[Belum ada judul]



Ku jalani perjalanan yang entah aku tau sampai kapan akan berjalan, dan sampai dimana akan berhenti dan entah membuahkan apa di akhir perjalanan.
Lika liku perjalanan
Setelah beberapa lama kaki ini melangkah pasti dan tetap lurus seperti awal mula aku melangkah meskipun banyak macam perempatan, pertigaan, maupun tikungan, entah kenapa tak ada keinginan sedikitpun untuk membelokkan maupun mengubah langkah kakiku, Cuma hanya menggeserkan mata tanpa harus menengok, atau yang bahasa sehari-hari di ucap “lirikan mata/melirik
Saat rasa nyaman dalam jalan ini “jalan yang lurus” Sesaat langkah kakiku terhenti saat mata ini melihat lagi sebuah tikungan di ujung jalan
Lagi-lagi aku di hadapkan di sebuah tikungan dan aku tak yakin apa aku akan mendapatkan kenyamanan pula saat langkah kakiku mulai ku geser ke arah yang berbeda.
terlintas difikirku “sampai kapan aku hanya menikmati jalan ini?,
sampai kapan aku mengabaikan jalan yang lain hanya demi sebuah ke amanan dan kenyamanan?,
apa kenyamanan hanya ada di jalan ini?,”
Lantas aku melihat di hadapanku, di ujung jalan yang telah aku jalani dari awal langkah kakiku berjalan, tanpa ada apapun, belum kelihatan apapun, hanya ada angin-angin kecil menyapu debu di sepanjang jalan sampai keujung.
Saat mata ini kuberanikan menoleh kearah ke tikungan itu, dan aku melihat ribuan ancaman dan rintangan namun di ujung tikungan aku melihat sebuah keindahan, sebuah taman yang besar yang di tumbuhi berbagai bunga dan pepohonan yang hijau dan terdapat rumah nan megah di tengahnya yang bisa aku singgahi untuk meminta seteguk air dan beristirahat
“Sampai kapan aku berada di sebuah jalan yang nyaman dan aman tapi tak berujung?” Ucapku dalam hati
Akhirnya dari sekian banyak pertimbangan, waktu yang cukup lama untuk aku menghentikan langkah kakiku berdiam diri, dan aku memutuskan untuk memberanikan diri mengubah arah kakiku, membelokkan arah awal aku berjalan. Langkah demi langkah ku jalani sebuah jalan di tikungan
Terlihat jelas perbedaan, tak aku dapatkan rasa kenyamanan seperti jalan yang sebelum-sebelumnya, ku coba hadapi rintangan yang malang menghadang di setiap langkahku, demi satu keindahan.

"Akankah kita menikmati keindahan kehidupan, jika kita tak pernah mengalami pahit getir kehidupan".

HARUS Dg apa ?

Harus dengan apa!!!

Harus dengan apa ku gambarkan sosok beliau
Harus dengan apa ku junjung derajat beliau
Harus dengan apa ku sambut kedatangan beliau
Harus dengan apa ku membalas jasa jasa beliau
Dan dengan apa aku bisa membalas
Masih lama kah engkau
Masih lama kah kau kuras keringatmu
Masih lama kah kau banting tulangmu
Masih lama kah kau berteman dengan rintihan

Mata ini tak sanggup melihat
Batin ini telah lama menderita

Hati, apa aku masih punya hati??
Melihat penderitaanmu yg terus kau alami, Apa aku masih punya hati untuk diam melihat??
Apa yg bisa ku lakukan ?
Di rumah kecil sederhana nan bahagia, atau gubbuk bagi orang kaya, hayalan demi hayalan mulai memenuhi angan menciptakan sebuah ambisi yang berlebihan.
Alangkah indah angan itu jika ambisi bisa mewujudkan angan menjadi nyata.
Cuma bisa bermimpi,
Cuma bisa berandai-andai,
Dan cuma bisa berhayal,
Sering aku di hadapkan di sebuah kolom yang menanyakan sebuah visi misi kehidupan di dalamnya, dan lantas sebuah kata tertulis di kolom tersebut dan aku merasa bermunafik jika kata itu tak tercapai dan hanya omong kosong. “Ku persembahkan yang terbaik untuk mereka yang mempersembahkan yang terbaik untuk hidupku dan masa depanku”
Namun sampai saat ini aku belum bisa bersikap layaknya seorang raja yang bijaksana dan bertanggung jawab. Harus dengan apa aku bisa mencapai semua itu?
Jangankan bersikap bak seorang raja, menentukan sebuah keputusan pun masih belum bisa, masih bimbang untuk menentukan sesuatu. Padahal sebuah pilihan yang harus aku pilih dan itu menentukan segalanya. Namun aku belum bisa. Harus dengan apa aku bisa mencapai semua itu?

"Apakah semua itu berlebihan untuk seorang anak singkong". ujarku dalam benak, memberontak kepada keadaan.

Saturday 22 November 2014

Istana di jeddah Perkuliahan

Ditempat ini kuhabiskan sisa hari-hariku di jedda bangku perkuliahan, disebuah tempat yang tak seharusnya di tempati, dan tak layak untuk di huni. Di sebuah gudang UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa).
Munafik jika aku berucap merasakan sebuah kebahagiaan di tempat seperti ini, dalam hati kecil ingin sekali aku lari dari tempat ini, dan merasakan apa yang teman-teman seperkuliahanku rasakan (istirahat dengan nyaman di kamar kos tanpa ada yang mengganggu).
Namun mungkin cuma ini yang bisa aku lakukan untuk mengurangi beban orang tuaku, jatah uang kos lebih baik untuk menambah biaya kuliah atau kebutuhan kuliah yang lain. Miris memang hidup di sebuah gudang yang penuh rongsokan barang yang tak terpakai, namun Tuhan pasti tau kenapa aku masih bertahan disini.
Teringat kata “Emha ainun najib” yang mengatakan (nikmati sesuatu yang ada di hadapanmu meski sebenarnya tak nikmat, jika kau bisa melakukan semua itu hidupmu akan terasa nikmat meski itu sebenarnya tak nikmat).

Memang terasa nikmat jika kita bisa menikmati, namun akan terasa sulit jika kita mempersulit