Tuesday 17 November 2015

cerpen-suara tangis lartika

Suara Tangis Kartika
Karya Alfanani A
 
Sebuah rumah, didekat pesisir terkenal menyeramkan. Hampir seluruh penduduk desa enggan melintasinya. Rumah yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki beberapa kilo ke utara dari desa. Pepohonan besar dan rindang menutupnya. Jika dilihat dari jauh, pepohonan itu menyerupai anak gunung. Dari rumah itu, suara tangis wanita kerap kali menghantui seluruh penduduk desa.
“Sebenarnya suara tangis itu hanya muncul di bulan Agustus. Tapi entah kenapa, sekarang suara itu muncul setiap malam” begitu ungkap Kepala Desa pada seorang dukun. Ya, dukun. Ki Tarto namanya. Dukun sakti mandraguna itu, sengaja di datangkan Kepala desa untuk mengatasi tangisan wanita yang kerap menghantui penduduk desa.
Sebagai sesaji, Ki Tarto meminta saat malam jum’at disiapkan tiga ayam jantan hitam dan dupa. “setelah sesaji siap, aku akan datang ke desamu. Sekarang pulanglah” kata Ki Tarto lirih.
Kepala desa tak berucap apa-apa, hanya mengangguk dan meninggalkan amplop yang berisi uang di depan tempat semedi Ki Tarto. Entah berapa isinya.
Ketika warga telah selesai menyiapkan sesaji yang diminta Ki Tarto, malam itu juga Ki Tarto tiba-tiba datang dan duduk bersilah di dekat tempat sesaji. Sambil komat-kamit, iya keluarkan sebilah keris dari balik punggungnya. Tiga ayam jantan hitam pun di tebasnya dengan ringan. Ki Tarto berhenti sejenak lalu terkekeh. Warga yang berkerumun pun semakin penasaran, apa lagi yang hendak Ki Tarto lakukan?
Tak lama kemudian, Ki tarto berjalan ke arah makam. Warga yang penasaran terus membuntutinya. Satu dupa iya nyalakan di tengah kuburan desa. Setelah itu iya berhenti di pohon beringin tua di perbatasan utara desa. Tak tanggung-tanggung, Ki Tarto menyalakan 7 dupa dan menyuruh warga untuk menancapkan di sekelilingnya. Lokasi ke tiga tidak lagi dengan dupa. tapi dengan darah. Darah ayam jantan yang telah Ki Tarto tebas. Iya menyiramkan darahnya di sederet pohon pisang yang juga menjadi pagar pembatas di bagian barat desa.
Setelah itu, tak ada satupun warga yang diperbolehkannya untuk mengikuti ritual selanjutnya. Entah apa yang terjadi? Tak ada yang tahu. Sebab warga tak berani melanggar perintahnya. Tiba-tiba suasana sudah berganti pagi. Kami pun terbangun saat kokok ayam jantan menghujat dengan lantang. Saat itu semua warga terkagum-kagum pada Ki Tarto, sebab ini adalah malam pertama warga tidur nyenyak setelah 4 bulan terganggu suara tangis. Ki Tarto benar-benar sakti. Dukun itu berhasil menghentikan suara tangis tersebut. Tapi tak lama, hanya satu minggu.
Mendengar suara tangis wanita muncul kembali, Kepala Desa itu marah. Mendatangi rumah Ki Tarto dengan maksud melabraknya karena ketakpecusannya. Setelah sampai di halaman rumah Ki Tarto. Kepala desa mematung melihat rumah dukun itu yang tak karuan. Akar-akar pepohonan telah mencengkram dan melumatnya. Dari samping rumah itu Ki Tarto berjalan sempoyongan seorang. Iya berkostum seperti penyihir.
Setelah dibukanya kostum itu, lurah muntah-muntah melihat wajah dukun itu berubah menjijikkan. Wajah dan seluruh tubuhnya mengeluarkan lendir. Lendir yang baunya amis. Seperti darah.
“iya membalas seranganku. Aku tak bisa menangkalnya. Kemampuanku tak sebanding”
“lalu bagaimana nasib kami Ki?”
Tak ada kata-kata lain dari Ki Tarto. Iya mengangkat tangannya dan pegi.
Mendengar cerita dari Kepala Desa itu, Para penduduk semakin takut. kejadian aneh yang menimpa dukun itu membuat jantung penduduk desa seakan berhenti berdetak saking takutnya. Warga yang ketakutan meninggalkan desa. Memilih mengungsi ke tempat yang aman. Bagaimana tidak. dusun sakti mandraguna pun tak bisa mengatasinya.
***
Pagi. seorang pemuda bernama Lukman tengah berkata kepada salim, temanya, bahwa semalam dia bermimpi. Seorang gadis yang teramat cantik datang padanya. Gadis itu mengendarai malam. Bergelayut diantara pepohonan dan angin. Menyelinap masuk. lukman menatapnya. Gadis itu datang dengan telanjang, menyuguhkan tangan dengan begitu polosnya. Tanpa pikir lagi, Lukman meraihnya.
Kecantikan gadis itu tak kuasa menahan nafsu birahi lukman. Tanpa malu, lukman melumat bibir dan mencengkram payudaranya. Sedikitpun gadis itu tak menolak, bibir lembutnya menjelajahi tubuh lukman dan berhenti di kemaluanya yang tegak. Bibir mereka saling melumat. Perlahan, baju dan celana lukman dilucutinya. Kini mereka sama-sama telanjang.
Gadis itu mendorongnya hingga terlentang. Menaiki tubuh lukman yang berkeringat. Dari ujung kaki hingga sampai kemaluannya tak luput dari bibir gadis itu. Lukman meronta tak tahan. Gadis itu perlahan memasukan kemaluan lukman ke dalam lubang kemaluanya. Lukman hanya terlentang. Sedang gadis itu naik turun diatas tubuhnya.
Dan setelah kenikmatan mereka tumpah. Lukman terlentang lemas. gadis itu berbaring di dekapannya. Lukman menciumi keningnya. Mereka masih dalam keadaan telanjang. Lukman tak peduli siapa gadis itu. Ia hanya memikirkan bagaimana akan bertemu dan menjelajahi tubuh dan liang Vaginanya lagi. Gadis itu tersenyum lembut. Matanya sayu. Cantik sekali. Lukman hanya menayakan namanya.
“kartika” jawabnya singkat.
Kemudian gadis itu menarik tangan lukman. Mengajaknya berjalan menyusuri hutan. Hutan kenangan yang menyimpan masa lalunya yang suram.
***
Kartika adalah kembang desa. Seluruh keluarganya tak ada yang selamat. Konon, saat penjajahan, keluarga Kartika dibantai oleh kompeni karena menghasut warga untuk tidak membayar pajak. Tida ada yang berani melawan. Seluruh penduduk desa hanya bisa melihat betapa sadisnya pembantaian itu.
Kartika disembunyikan dalam sumur tua di pekarangan belakang rumah. Waktu itu, Kartika masih bayi. Saat setelah pembantaian selesai. Seorang nenek mendengar tangisan bayi di dalam sumur tua di belakang pekarangan. Nenek itulah yang membesarkan kartika. Di usia 17 tahun, nenek kartika meninggal. Bermodalkan seadanya, Kartika membuka warung makan di depan rumahnya. Dari usahanya itulah kartika menyambung hidup.
Kartika tumbuh menjadi gadis belia yang cantik. Iya selalu menjadi bahan perebutan pemuda. Tidak hanya di desanya, bahkan berita tentang kecantikanya meluber ke desa-desa tetangga. Maklum, selain cantik, Kartika juga baik hati.
Bukan hanya para jejaka yang mengincarnya, para lelaki yang telah beristri juga menginginkan Kartika. Kartika memang cantik. Ya, untuk kelas desa, kecantikannya memang luar biasa. Tetapi justru dari kecantikannya itulah, Kartika kerap dikambing hitamkan oleh para wanita yang tengah bersuami. Mereka iri pada Kartika. Sebab, suami-suami mereka lebih memilih makan di warung kartika dari pada makan masakan istrinya dirumah.
Hingga suatu malam, rencana busuk pun digagas para ibu-ibu untuk menyingkirkan Kartika dari desa.
“caranya bagaimana?” salah seorang ibu bertanya.
“kita suruh pemuda dari luar desa untuk bermalam dirumah kartika”
Rencana tersebut disepakati.
Malam, saat Kartika selesai menutup warungnya, datang seorang pemuda bertubuh kurus. Wajahnya dekil. Ia datang dengan sempoyongan sembari memegang perutnya. Melihat kondisi yang demikian, Kartika tidak tega dan mengikhlaskan sepiring nasi jatah sahurnya untuk dimakannya. Melihat pemuda yang makan begitu lahabnya, Kartika juga menawarkan roti tawarnya untuk dia bawa sebagai bekal.
Pemuda yang mengaku dari luar pulau itu berterimakasih atas kebaikan yang diberikan oleh Kartika. Setelah merasa kenyang. Ia pun lantas melanjutkan aksinya dengan pura-pura mules dan meminta pada Kartika untuk mengantarkannya ke kamar mandi. Tanpa kecurigaan sedikitpun, dengan segera Kartika mengantarnya. Hanya sebentar. Suara sayub-sayub keributan terdengar. Tak lama kemudian, suara sayub-sayub itu semakin jelas dan keras. Seperti sedang mendekat. Penasaran, Kartika mengintip dari balik jendela. Tiba-tiba warga sudah berkumpul di depan rumahnya. Meneriaki kartika bermacam-macam. keluarkan pezina, bunuh Lonte, bakar saja, mbokne ancok dan seterusnya. Kartika kaget luar biasa lalu keluar.
Kaget yang bercampur takut juga bingung membuat Kartika mati langkah. Ia hanya bisa menangis mendengarkan teriakan warga yang tak sepantasnya Kartika dengar. Beberapa menit kemudian, pemuda itu keluar dan sedang membenahi resletingnya yang macet. Kekesalan warga semakin memanas. Kartika dan pemuda itu nyaris di telanjangi dan dipukuli. Tetapi salah seorang Ustadz melarangnya. Ia mengusulkan kepada warga agar Kartika dan pemuda itu untuk dibawa ke balai desa, agar segera di proses secara benar sesuai dengan hukum yang berlaku di negara kita ini. Begitu katanya.
Warga setuju dan membawa Kartika juga pemuda itu ke balai desa.
“saya tidak melakukan apa-apa pak” kata kartika di hadapan lurah.
Salah seorang istri bersaksi bahwa Kartika menerima tamu laki-laki setiap hari diatas jam 12 malam “ini bukti bahwa dia telah melakukannya dengan lelaki yang bukan suaminya”
Suara warga pecah. Mereka berteriak. “bakar saja”, “bunuh”, “telanjangi dia”, kubur hidup-hidup”.
“tenang-tenang. Semuanya harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Kita tidak boleh main hakim sendiri” kata lurah. Mencoba menenangkan warga.
Kartika telah mengotori desa ini. dia pantas diasingkanIstri lain berteriak
Karena kartika tidak mampu meyakinkan lurah atas tuduhan warga. Maka berdasarkan kesepakatan dan hukum adat yang berlaku, Kartika harus diasingkan dari desa. Ia tidak boleh menampakkan batang hidungnya lagi di desa untuk selamanya. Sedang untuk pemuda dipulangkan ke desanya dan diproses sesuai hukum adat yang berlaku di desanya.
Keputusan yang tidak adil untuk kartika. Jelas saja. Ternyata lurah telah bersekongkol dengan para istri. Ia telah menerima uang dari para istri untuk menjatuhi hukuman yang sudah diminta sebelumnya.
Air mata dan suara tangis kartika mengiringi sepanjang perjalananya keluar desa. Hingga sampailah ia disuatu pohon besar yang letaknya beberapa kilo di utara desa. Kartika berhenti, tapi tidak dengan tangisnya.
Begitulah kartika membawa lukman menjelajahi hutan kenangan yang suram. Lalu, kartika mengantarkanku kembali. Dari balik jendela, aku melihatnya berjalan ke utara. Dan lenyap diantara kabut.
“kalau benar begitu, sebaiknya kita bilang ke lurah, Man. Mungkin itu petunjuk” kata salim.
Mereka bergegas ke lurah dan menceritakan semuanya.
***

No comments: