OJK
(Otoritas Jasa keuangan)
Diajukan
untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Administrasi Keuangan dan Perbankan
Oleh
:
Mohammad
Irfan Effendi
138314057
UNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA
FAKULTAS EKONOMI
PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara
yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
OJK didirikan untuk
menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan
pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank
Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen
industri jasa keuangan.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana tugas, tujuan, dan wewenang
OJK ?
2.
Bagaimana struktur organisasi OJK ?
3.
Bagaimana perkembangan perbankan syariah
tahun 2013 ?
Tujuan
1.
Untuk mengetahui tugas, tujuan, dan
wewenang OJK
2.
Untuk mengetahui struktur organisasi OJK
3.
Untuk mengetahui perkembangan perbankan
syariah tahun 2013
BAB
II
PEMBAHASAN
Visi dan Misi serta Tujuan OJK
(Otoritas Jasa Keuangan)
Ojk (Otoritas Jasa keuangan) sebagai menyelenggarakan
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
VISI
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga
pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi
pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan
kesejahteraan umum.
MISI
- Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
- Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
- Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
TUJUAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
- Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
- Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
- Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
FUNGSI
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
TUGAS
dan WEWENANG
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan,
sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB, contoh lainnya sebagai berikut.
OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
- kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
- kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
- kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan,
OJK mempunyai wewenang:
- menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini
- menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
- menetapkan peraturan dan keputusan OJK
- menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
- menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
- menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu
- menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan
- menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban
- menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan,
OJK mempunyai wewenang :
- menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
- mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif
- melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
- memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu
- melakukan penunjukan pengelola statuter
- menetapkan penggunaan pengelola statuter
- menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
- memberikan dan mencabut :
- izin usaha
- izin orang perseorangan
- efektifnya pernyataan pendaftaran
- surat tanda terdaftar
- persetujuan melakukan kegiatan usaha
- pengesahan
- persetujuan atau penetapan pembubaran
- penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Struktur organisasi OJK
Struktur Ojk sendiri terdiri atas :
- Dewan Komisioner OJK
- Pelaksana Kegiatan Operasional
Struktur Dewan Komisioner terdiri
atas :
- Ketua merangkap anggota
- Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota
- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota
- Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota
- Ketua Dewan Audit merangkap anggota
- Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
- Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
- Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.
Pelaksana kegiatan operasional
terdiri atas :
- Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I
- Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II
- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan
- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal
- Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB
- Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko
- Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
DEWAN KOMISIONER
Dewan
Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan) orang anggota yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
Susunan Dewan Komisioner terdiri
atas:
- seorang Ketua merangkap anggota
- seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota
- seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota
- seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota
- seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen
- seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
- seorang anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
NILAI
– NILAI STRATEGIS OTORITAS JASA KEUANGAN
·
Integritas
Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
·
Profesionalisme
Profesionalisme adalah Bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
Profesionalisme adalah Bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.
·
Sinergi
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
·
Inklusif
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
·
Visioner
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).
KODE ETIK
Kode
Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib
dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan
Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite
Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
Nilai
Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai
Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi,
Akuntabilitas, Sinergi, dan Kesetaraan.
PERKEMBANGAN
PERBANKAN SYARIAH TAHUN 2013
Perkembangan perekonomian Indonesia tahun 2013
menghadapi tantangan yang cukup signifikan terutama bersumber dari perubahan
situasi global yang sebelumnya menguntungkan Indonesia. Perubahan dimaksud
antara lain berkurangnya pasokan likuiditas ke negara-negara berkembang seiring
pengurangan stimulus moneter negara maju, yang diikuti perlambatan pertumbuhan
emerging market seperti China dan India yang memicu penurunan harga komoditas
disamping menekan permintaan ekspor dari Indonesia. Tantangan tersebut
menimbulkan ketidakseimbangan Neraca Pembayaran Indonesia serta tekanan
depresiatif terhadap nilai tukar rupiah yang diikuti pula oleh kenaikan tekanan
inflasi.
Di tengah situasi tersebut, pertumbuhan PDB (riil) yang
dicapai pada tahun 2013 dipandang masih cukup baik yaitu 5,8% (yoy), dengan
defisit transaksi berjalan mencapai 3,3% PDB. Sedangkan inflasi tercatat
sebesar 8,4% (yoy) atau berada diatas target Pemerintah dan Bank Indonesia.
Tekanan eksternal dan inflasi tersebut berdampak pada melambatnya investasi
yang pada tahun sebelumnya justru menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian pertumbuhan ekonomi dalam periode laporan masih didukung oleh
ekspor yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya seiring depresiasi rupiah,
disamping konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh cukup tinggi. Secara
sektoral, pertumbuhan tersebut ditopang oleh meningkatnya pertumbuhan sektor
terkait penyediaan jasa terutama jasa pengangkutan dan komunikasi. Sementara
sektor utama lainnya seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR),
sektor manufaktur dan konstruksi mengalami perlambatan yang antara lain dipengaruhi
oleh kenaikan biaya produksi, termasuk yang bersumber dari impor, meskipun
masih cukup mendukung pertumbuhan PDB nasional.
Sepanjang tahun 2013 ketahanan sistem keuangan, khususnya
perbankan relatif terjaga meskipun kinerjanya sedikit menurun seiring
perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ekspansi kredit perbankan nasional mencapai
21,4% (yoy) atau sedikit melambat dari tahun 2012 sebesar 23,1% (yoy), antara
lain karena dampak kenaikan inflasi dan penerapan kebijakan Loan To value (LTV)
pada kredit konsumsi. Meski demikian, kinerja intermediasi masih positif
tercermin dari peningkatan kontribusi kredit ke sektor produktif dari 70,5%
pada tahun sebelumnya, menjadi 72,4% pada periode laporan, disamping
peningkatan LDR dari 83,8% menjadi 89,9%. Peningkatan LDR tidak dapat
dilepaskan dari kinerja penghimpunan dana yang menurun seiring makin ketatnya
persaingan penghimpunan dana pihak ketiga disertai kenaikan biaya dana antara
lain sebagai respon atas kenaikan BI rate. Pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan
tercatat menurun dari 15,8% (yoy) tahun 2012 menjadi 13,6% (yoy) pada tahun
2013.
Kenaikan
biaya dana selanjutnya berdampak pada penurunan NIM perbankan dari 5,5% pada
tahun 2012 menjadi 4,9% pada akhir 2013. Namun demikian, bank-bank berhasil
menekan biaya overhead dan meningkatkan.
pendapatan non operasional, sehingga tingkat efisiensi yang
dicapai relatif stabil, tercermin dari rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional sebesar 74,0% dibandingkan 74,2% pada tahun sebelumnya.
Sebagai dampaknya, profitabilitas perbankan sedikit membaik, tercermin dari
adanya peningkatan laba bersih.
Sementara itu ketahanan permodalan bank menghadapi potensi
peningkatan risiko dan kerugian masih tergolong memadai, sekalipun ekspansi
kredit yang terjadi masih cukup tinggi. Hal ini diindikasikan oleh rata-rata
Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat dari 17,3% tahun 2012 menjadi
sebesar 18,4%. Adapun, likuiditas bank dalam mengantisipasi penarikan dana
secara umum masih mencukupi, meskipun sedikit turun untuk mendukung ekspansi
kredit. Kondisi tersebut tercermin dari rasio alat likuid terhadap non-core
deposit yang menurun ke kisaran 90%, masih diatas threshold 50%.
Sejalan kondisi industri perbankan nasional, perlambatan
pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi laju pertumbuhan perbankan syariah. Aset
perbankan syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah
(UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tercatat sebesar Rp248,1
triliun pada tahun 2013 atau tumbuh 24,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan tahun sebelumnya 34,0% (yoy). Tantangan yang dihadapi perbankan
syariah diperkirakan tidak terkait langsung dengan tekanan eksternal yang
bersumber dari depresiasi nilai tukar, penurunan harga komoditas dan penurunan
permintaan ekspor mengingat eksposur yang masih terbatas. Sebagai informasi,
alokasi pembiayaan dalam valuta asing (valas)
masih terbatas sekitar 5,9%, demikian pula alokasi pembiayaan untuk
sektor yang relatif sensitif terhadap harga komoditas internasional seperti
pertanian dan pertambangan yang baru mencapai 3,7%. Namun demikian, tantangan
dalam persaingan memperebutkan dana pihak ketiga tampaknya cukup mempengaruhi
pertumbuhan perbankan syariah.
Meskipun mengalami perlambatan, laju pertumbuhan aset perbankan
syariah tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan
secara nasional, sehingga pangsa perbankan syariah secara keseluruhan dengan
memasukkan BPRS terhadap industri perbankan nasional meningkat dari 4,61%
menjadi 4,93%. Selain itu, pertumbuhan aset tersebut tetap diikuti pelaksanaan
fungsi intermediasi yang optimal. Hal ini tercermin pada tren pertumbuhan dan
nominal pembiayaan BUS dan UUS yang lebih tinggi dibandingkan dana pihak ketiga.
Pada akhir 2013 pembiayaan BUS dan UUS tercatat sebesar Rp188,6 triliun,
sementara dana pihak ketiga yang dihimpun mencapai Rp187,2 triliun, sehingga
financing to deposit ratio perbankan syariah tetap relatif tinggi. Pada
kelompok BUS misalnya, financing to deposit ratio tercatat sebesar 95,9% pada
akhir periode laporan.
Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup
pesat terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan
kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran pembiayaan yang
masih cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan
Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang melebihi laju pertumbuhan perbankan syariah secara
nasional. Namun demikian sejumlah propinsi khususnya di kawasan Sumatra
menunjukan pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan industri. Secara
proporsi, perkembangan perbankan syariah masih terkonsentrasi di wilayah DKI
Jakarta. Namun proporsi pembiayaan yang disalurkan di wilayah ibu kota yang
mencapai 40,1% relatif lebih rendah dibandingkan proporsi dana yang dihimpun di
DKI Jakarta sebesar 46,6%, hal mana mencerminkan keberpihakan perbankan syariah
terhadap pengembangan perekonomian di luar wilayah ibu kota.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
OJK (otoritas Jasa keuangan) seuatu lembaga negara yang
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sekaligus memiliki tugas
dan wewenang. OJK sendiri mengusung Struktur organisasi yang terdiri dari Dewan
Komisioner OJK dan Pelaksana Kegiatan Operasional.
Secara
Regional, Perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat terjadi di sejumlah
daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan penghimpunan dana
pihak ketiga (DPK) dan penyaluran pembiayaan yang masih cukup tinggi antara
lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara
yang melebihi laju pertumbuhan perbankan syariah secara nasional.
Secara
proporsi, perkembangan perbankan syariah masih terkonsentrasi di wilayah DKI
Jakarta. Namun proporsi pembiayaan yang disalurkan di wilayah ibu kota yang
mencapai 40,1% relatif lebih rendah.
Daftar Pustaka :
Undang-undang
Republik Indonesia Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK (Otoritas jasa
Keuangan)
No comments:
Post a Comment