A K H I R
S E B U A H P E N A N T I A N
Teruntukmu yang aku nanti
Teruntukmu yang aku nanti
M. Irfan Effendi
Untuk
Evi Rohmawati Azizah,
Orang yang pertama mengajarkanku arti cinta
yang sesungguhnya.
A K H I R
S E B U A H P E N A N T I A N
Aku hidup bukan hanya untuk menunggu cintamu.
Masih sulit untukku lupakan caramu menyambut jabat tanganku.
Masih sulit untukku lupakan caramu menyapu sapaku.
Aku hidup bukan hanya untuk menunggu cintamu.
Masih sulit untukku lupakan caramu menyambut jabat tanganku.
Masih sulit untukku lupakan caramu menyapu sapaku.
Masih sulit untukku lupakan caramu
membiarkan kasih sayangku mengalir sia-sia di hadapanmu.
Masih sulit untukku lupakan…
***
Sulit ku terima semua keputusan itu.
Yang kini hilang tersapu angin senja.
Masih sulit pula untuk ku lupakan.
Suram dan seram jika ku ingat kembali.
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
agar abadi dalam jengkalan ingatanku.
Masih sulit pula untuk ku lupakan.
Suram dan seram jika ku ingat kembali.
Mungkin harus ku biarkan semua kenangan itu,
agar abadi dalam jengkalan ingatanku.
Teruntukmu
Ma’lamperKu
Pengantar
Kata-kata yang saya kumpulkan menjadi
cerita dalam lembaran lembaran ini merupakan cerita nyata.
Cerita-cerita
yang terkandung dalam buku ini, sebagian pernah saya publikasikan di Blog,
namun semua cerita berserakan itu kini saya buatkan tempat untuk bersama,
merangkul dan bermesraan di dalam satu rumah agar mereka merasa nyaman dan
betah disana.
Saya tidak pernah memiliki hasrat untuk
menuliskan semua ceritaku bersama seorang kekasih. Semua itu terjadi begitu
saja. Hal itu bermula saat berakhirnya cerita cintaku bersamanya menjelang hari
anniversariku yang ke 3th dan ingin sekali aku memberinya sebuah kado yang
mungkin dia bisa simpan sampai kapanpun. Itu harapan saya.
Kumpulan cerita ini adalah
kumpulan cerita perjalanan cinta, berisi lika-liku perjalanan sepasang kekasih
yang tak sengaja terekam di dalam otak saya dan saya berusaha meluapkan apa
yang ada di dalam otak saya menjadi sebuah tulisan, dan khusus saya dedikasikan
kepada pemain utama dalam cerita ini, kekasihku.
Saya bukan seorang penulis atau sedang
belajar menulis, saya hanya ingin memberikan sebuah kado yang dapat disimpan
dan dilihat kapan pun dan dimanapun bahkan bisa dikenang olehnya.
PART I
Mengenalmu
Mengenalmu
Pagi
ini cerah, namun berbeda dengan suasana sebelumnya, pagi ini terkesan semangatku
terbakar oleh hangat mentari yang bersinar di pagi hari. Bangun lebih pagi dari
biasanya, berangkat lebih awal dari biasanya, namun sia-sia dan seperti biasa
disambut oleh gerbang sekolah yang kusam sudah terkunci rapat. “Sialan, hari
ini kan ada upacara pantesan jam segini gerbang jelek ini sudah menghadang”
ujarku..
sembari
menunggu pasal berapa yang akan di kenakan untukku pagi itu aku bercengkrama
dengan sebatang rokok yang mulai terbakar. Setelah upacara selesai pak satpam
mulai menggenggam erat gerbang dengan kekuatan yang bertenaga untuk membuka
gerbang itu (maklum gerbang tua).
Aku
menata rapi mentalku, perlahan aku memasuki area sekolahan dan siap menerima
pasal berapa yang aku terima untuk hari ini. Setelah aku menyelesaikan urusanku
dengan beberapa guru dengan beberapa pasal yang mereka sudah tentukan untukku
hari ini, aku bergegas memasuki kelas untuk mengikuti pelajaran yang sudah
berlansung.
***
Teeeng teeeeng teeeeeng…
Suara
bel pulang sekolah akhirnya tiba, langsung aku menuju ke arah gerbang untuk
pulang. Namun aku melihat dari kejauhan ada beberapa guru menghadang siswa
siswi kelas satu agar tidak pulang terlebih dahulu untuk mengikuti program
extrakulikuler TPQ pada hari itu.. dengan terpaksa aku mengikuti extra
tersebut.
Aku
mulai berjalan dan mencari ruang TPQ yang telah ditentukan, aku memasuki ruangan,
ruangan yang sangat berisik dipenuhi oleh obrolan-obrolan canda tawa di dalam
kelas, aku perlahan masuk ke dalam kelas tersebut dan memilih duduk di bangku
paling pojok, tanpa memperdulikan kebisingan disekitarku. Aku hanya memainkan
hp ditanganku dan sedikit melihat teman-teman disekelilingku. Namun di
sela-sela penglihatanku kepada teman-teman, aku melihat satu gadis yang
menurutku masih asing dan entah kenapa aku merasa “ada yang berbeda dengan
wanita ini, tapi apa??” gerutku dalam hati..
Masih
belum beranjak dari tempat duduk ku. Aku pun memberanikan diri bertanya kepada
salah seorang temanku yang berada tepat di depanku dan di samping gadis itu.
“Anaa??” panggilku kepada salah seorang
temanku, dan dia
pun melihat ke arahku tanpa menjawab panggilanku.
“Emmm, An, gadis disampingmu perasaan aku baru lihat, siapa?”
“oooh, Tanya aja sendiri” jawabnya singkat dengan senyuman khasnya.
Aku tidak menjawabnya. Aku bergegas merapikan
posisi dudukku karena guru TPQ sudah masuk dalam ruangan.
“fendi”
suara guru TPQ memanggilku
“iya bu” jawabku, “wadduh, pasti
disuruh baca nih” dalam hati.
“baca
halaman 5 dari ayat 5 sampai 10” serunya.
Tanpa
menyahut, aku pun kebingungan karena dihari itu aku lupa membawa buku TPQ. Lalu
kuberanikan diri untuk lancang menyentuh pundak gadis yang entah siapa namanya
aku belum tahu.
“eee.eembak, be-boleh pinjam bukunya
sebentar” ucapku tak tertata saking gugupnya.
Tanpa
mengeluarkan kata, gadis tersebut menoleh serta membawa buku di tanganya dan
sempat aku lihat dia memberikan sedikit senyuman.
Setelah
kubaca sesuai apa yang di instruksikan oleh guru TPQ tersebut, aku bergegas
merapikan buku dan segera ingin ku kembalikan dengan tujuan untuk bisa melihat
wajahnya kedua kali, syukur-syukur dengan senyuman yang sama.
“mbak”
panggilku pelan
Dia
pun menoleh kearahku dan Lagi-lagi dia tak menjawab.
“ini bukunya, terimakasih ya” ucapku
dengan kulemparkan sedikit senyum
Dia
Cuma tersenyum dan segera membelakangiku lagi.
“ee.embak, boleh tau namanya nggak?,
aku fendi” ucapku sembari menjulurkan
tangan berniat untuk menjabat tanganya.
Dia
pun tersenyum dan menjawab “Evi” tanpa menjabat tanganku dan segerah
membelakangiku lagi.
Sementara
itu tak kusadari kudapati senyuman lebar dari Ana yang sedang memperhatikanku
dari awal aku berinteraksi dengan gadis tersebut yang sudah ku ketahui namanya
“Evi”.
Seusai
extra TPQ aku tak melihat dia lagi, kapan dia beranjak dari tempat duduknya?.. aku
pun bergegas keluar kelas mencarinya hanya untuk sekedar melihatnya, namun
harapan itu sirna, aku tak menemukanya.
Aku
berjalan pulang, dalam perjalananku aku memfikirkan semua hal yang terjadi
dalam ruang TPQ, senyuman dia, kemisteriusan dia, dan Senyuman lebar Ana. Ah
sudahlah
***
Sore
hari selepas pulang sekolah ibukku memintaku untuk mengantarkan beliau kerumah
paman didesa yang tak jauh dari desaku, namun di pertengahan jalan hujan turun
dengan lebatnya, lantas aku menawarkan bertedu kepada ibu.
“bu, apa tidak sebaiknya kita bertedu
dulu. Toh yah hujanya sangat lebat, kalau kita bertamu dengan pakaian basah
kuyup kan tidak bagus juga di lihat”, pintaku…
“iya, itu di seberang jalan ada tokoh,
kita bertedu disitu menunggu hujan redah” jawabnya…
Segera
ku tepikan motorku, dan duduk di depan toko sambil membakar rokok untuk
menghilangkan rasa jenuhku menunggu hujan redah. Selang beberapa menit hujan
pun redah, namun genangan air di jalan raya belum surut.
Aku
melihat dari kejauhan ada 2 wanita memakai seragam sekolah yang menurutku
seragamnya sama persis dengan seragamku, dengan sedikit mengangkat roknya berjalan
ke arahku dengan sangat hati-hati melewati genangan air.
“siapa
mereka?? pasti satu sekolahan denganku”. Gumanku
Mereka
semakin mendekat, dan melintas tepat di hadapanku. Namun aku belum tahu nama
mereka berdua.
“fendi”
sapaan salah satu wanita
“iya”
jawabku dengan sedikit senyuman
Namun
aku bingung dengan sapaan gadis tersebut, sebenarnya aku mengenali kedua gadis
tersebut namun tak disertai dengan namanya, ah sudahlah kapan-kapan pasti
keingat sendiri… lamunku
***
Sesampai
dirumah, karena sudah waktunya sholat maghrib aku bergegas untuk ke kamar mandi
mengambil air wudhu dan entah kenapa tiba-tiba saat aku mulai mengambil air
wudhu aku teringat kedua gadis tersebut dan kali ini disertai namanya.
“iyah, 2 gadis tadi Habbah, dan Evi
(gadis kemarin yang baru aku kenal di ruangan TPQ)”. Gerutku dalam hati
Seusai
sholat maghrib, entah kenapa aku ingin sekali mempunyai nomornya Evi. habbah
pasti tidak keberatan untuk membagi nomor evi padaku, segera kuambil HP untuk
segera sms habbah.
“habb, tadi sore yang menyapaku itu
kamu kan? Apa bener tadi kamu berjalan dengan evi”. Bentuk smsku pada habbah
Tak
lama kemudian habbah pun membalas smsku.
“iya
fend, kenapa?”
“boleh
nggak aku mintak nomornya”
“Ooh, bentar aku tanyakan dulu kepada
evi, takutnya dia keberatan”
Belum
sempat aku membalas sms habbah, ternyata habbah mengirimiku sms lagi
“085733****0*”
“yes”,
dalam hatiku, tanpa membalas pesan dari habbah.
Setelah
aku mendapati nomor evi segera aku meneleponya untuk memastikan apa benar ini
nomornya, namun sia-sia. Teleponku tidak di jawab. Ah mungkin dia lagi sibuk.
Sms sajalah barangkali entar kalau dia sudah tidak sibuk menyempatkan untuk
membalas pesanku.
“maaf,
apa benar ini Evi”
“iya”
dengan cueknya.
Aneh
dalam fikirku. Teleponku tidak diangkat tapi dia langsung membalas pesanku
secepat ini. Ah tidak penting, yang penting aku bisa berkomunikasi dengan dia, itu
sudah sangat cukup.
“kamu yang meminjami aku buku di TPQ
kemarin, bukan?”. caraku untuk menyambung percakapan
“iya”
“emang
masih ingat siapa aku?”. balasku
“ingat”
“siapa?”.
godaku
Percakapanku
terputus tanpa ada balasan dari evi, selang beberapa jam, aku beranikan diri
untuk memulai percakapan lagi.
“evi
lagi sibuk”
“Nggak”
jawabnya
“Smsku
kok ndak kamu balas?”
“ada apa sih fend, iya-iya aku inget,
kamu fendi kan, lagian habbah juga barusan bilang kok kalau kamu mintak nomor
aku, ada apa?” Balasnya jutek.
Membaca
balasan dari evi yang seperti itu, aku bingung untuk meneruskan percakapan,
“nggak
apa-apa kok vi, biar lebih akrab aja” balasku
“oh,
yaudh”
Layaknya
seorang wartawan yang bertemu seorang selebritis yang sedang naik daun, aku pun
memberikan pertanyaan-pertanyaan (kepoo) dalam bahasa sekarang.
Namun
entah kenapa saat aku melihat percakapan sekian banyak. Kenapa balasnya sangat
singkat sekali? Padahal pesanku panjaaaaaaaang sekali.
Namun
biarlah, mungkin ini cara dia memperlakukan seseorang yang baru dia kenal.
“Udah malam, aku tidur dulu ya,
disambung besok lagi” caranya untuk mengakhiri komunikasi kita.
“iya, makasih vi, Mimpi indah. J”
Dari
sekian banyak percakapan, aku cuma mengantongi satu jawaban dari evi yang
menurutku sangat penting. Yaitu mengetahui dimana kelasnya. “X RMBI” (RMBI
adalah program kelas unggulan yang berada di sekolahan kita).
***
Pagi
yang cerah, dengan semangat yang baru aku berangkat ke sekolah dengan harapan
bisa bertemu dengan evi lagi. semakinku percepat laju motorku, namun sia-sia
dan seperti biasa disambut oleh gerbang sekolah yang kusam sudah terkunci
rapat, sembari menunggu pasal berapa yang akan di kenakan untukku pagi itu, aku
bercengkrama dengan sebatang rokok yang mulai terbakar. Pagi hariku selalu sama
dan terulang persis, disambut oleh si kusam gerbang sekolah.
Setelah
aku menyelesaikan urusanku dengan beberapa guru dengan beberapa pasal yang
mereka sudah tentukan untukku hari ini, aku bergegas memasuki kelas untuk
mengikuti pelajaran yang sudah berlansung.
Aku
sudah mengetahui kelasnya, ternyata tak kusadari bahwa kelasnya bersebelahan
dengan kelasku. Aku berinisiatif membuat lubang di pintu pembatas kelas di
antara kelasku dan kelasnya, entah apa yang menyebabkan rasanya aku selalu
ingin melihatnya walau hanya dari pintu rusak pembatas kelas yang sengaja aku
lubangi hanya sekedar untuk melihat wajahnya dari kejauhan.
Aku
selalu melihat tingkah lakunya, yang terkadang membuatku tersenyum-senyum
sendiri.
***
Teeeng
teeeeng teeeeeng…
Tak
terasa sudah waktunya istirahat, seperti biasa aku kekantin dengan teman-teman,
namun kali ini berbeda karena aku sengaja ingin melewati kelasnya dengan
harapan bisa bertemu bahkan menyapa dia. Namun sia-sia, aku tak mendapatinya
berada di kelas.
Jam
istirahatpun sudah selesai, aku pun beranjak memasuki kelas, namun di depan
kelas banyak teman teman wanita yang asik ngrumpi dan aku pun berhenti untuk bergabung
dalam diskusi terbuka itu.
“lihat ke arah perpustakaan”, ujar
tadho (temanku satu kelas) sembari memutar badanku.
Aku
melihatnya, aku melihat wanita yang dari tadi ingin sekali aku menjumpainya.
Sekarang dia berada di depan perpustakaan dengan teman-temanya sedang melihat
kearahku dan memperhatikan caraku bergurau dengan teman-teman wanita yang ada
di sekelilingku.
Aku
pun menuju perputakaan, dengan tergesa-gesa. Setibanya diperpustakaan aku bisa
melihat evi dan menyapanya untuk kedua kalinya “Eviii”, sapaku
Namun
dia malah membuang muka, dia berjalan ke arah yang lain, dia menuju kelasnya.
“apa
salahku?”, aku terus bertanya, bertanya keras pada hatiku.
Sesampai
di kelas, aku mengirimkan sms pada evi “Apa salahku? Tolong beritahu aku,
sampai-sampai kau buang muka saat melihatku di perpustakaan tadi?”
Tiada balasan yang aku terima, waktu demi waktu aku
menunggu dan tak kunjung juga aku terima satupun balesan dari dia tentang rasa
kepenasaranku kepadanya.
teeeeeeng teeeeeeng teeeeeeng,,,...
Suara bel sekolah
berbunyi yang bertanda waktu untuk pulang sekolah tiba. Dan sampai saat itu pun
aku masih menunggu balasan dia dan tak kunjung aku terima.
****
Sepulang sekolah,
seperti biasanya kuhabiskan waktuku untuk sekedar ngumpul bersama teman-teman
dan ditemani secangkir kopi dan beberapa batang rokok di warung kopi
yang biasa aku kunjungi seusai sekolah.
Namun berbeda dengan biasanya, biasanya yang aku sangat membuat suasana menjadi
ramai dan seru, hari ini aku murung, galau, atau apalah yang pada intinya aku
masih memikirkan dan berharap mendapat balasan dari evi yang bisa menghapus
rasa kegelisahanku tentang sapaanku yang di acuhkan.
PART II
Aku
jatuh cinta
Iya.
kepadanya
Setelah
kita kenal begitu lama, aku mengenal dia dengan ramah, meski diantara kita tak
pernah ada satu obrolan atau berbicara langsung, hanya saja komunikasi kita
lebih baik dari kemarin, dan sempat satu dua kali berbincang-bincang meski hanya
lewat telepon.
Entah
kenapa, atau kemasukan malaikat apa tiba-tiba semua perasaanku menjelma,
berubah entahlah seperti apa isi otakku waktu itu. Aku menyukainya, menyukai
gadis yang tak lama aku kenal.
Aku
yakin dia pun begitu, “harapku”. tapi aku tidak pernah pecaya itu, aku tidak
pernah percaya bila ia menyukaiku juga, aku hanya berharap begitu banyak
padanya.
Aku harus bagaimana?, Apa aku harus
mengungkapkan apa yang aku rasakan?, Kalau dia menolakku?.. Kebingunganku dalam
hati.
Kuberanikan
diri untuk menceritakan apa yang terjadi pada diriku kepada salah seorang teman
dekatku, toh meskipun dia tidak memberikan aku masukan pasti akan lega telah
berbagi cerita kepadanya dari pada aku simpan sendiri.. lamunku.
Aku
membuat janji kepada salah seorang temanku, kita bertemu disebuah warung di
desaku dengan mengambil tempat paling pojok agar saat aku bercerita tidak ada
yang mendengarkan apa yang aku ceritakan.
Aku
menceritakan, semuanya mulai dari aku mengenalnya sampai aku jatuh hati secepat
ini pada gadis itu. aku menyusun rencana bersama temanku dengan tujuan untuk
menyatakan cinta kepada evi.
Di
sebuah pesisir pantai sore hari.. rencanaku berjalan lancar tidak aku pungkiri
karena pacar temanku yang satu kelas dengan evi bersedia membantu..
Akhirnya
waktu yang mendebarkan telah tiba, dipesisir pantai aku mengungkapkan apa yang
aku rasakan selama ini dengan ribuan harapan dia bisa menerima atau ikhlas
menerima apa yang aku katakan.
Aku
menatapnyaa dengan tatapan tajam yang seolah tercermin keyakinanku padanya, dia
tersipuh malu, dan wajahnya mengerut menggambarkan rasa penasaran apa yang akan
aku lakukan pada dirinya waktu itu.
Sementara
saat yang bersamaan aku mendapati temanku dengan kekasihnya seolah sedang melihat
layar tancap dengan wajah meringis dan pekikan tawa yang mereka sembunyikan
saat melihatku berjuang untuk kejujuranku.
Aku
mulai memberanikan diri menggerakkan bibirku.. “ev, izinkan aku singgah di
istana hatimu dan sudihkah kiranya kau untuk menyuguhiku secangkir kasih yang
tulus dari hatimu.. [singkatnya] “ev, aku suka sama kamu, bersediakah engkau
menjadi kekasihku”.
Setelah
aku mengucapkan kata itu, suasana berubah. heniiiing, tak ada suara satu pun
yang terdengar bahkan cekikikan tawa temanku pun ikut menghilang..
Hatiku
tak karuan, menunggu bibir evi tergerakkan untuk mengucap sesuatu. Dan akhirnya
ku melihat bibir itu tebuka dan menjawab “aku masih tidak ingin pacaran,
maaf”..
“Bunnuuuuuh, bunnuuuuuuh aku sekaraaaaaaaaaaang”
gerutku dalam hati yang diiringi rasa kesal, malu campur aduk..
***
Sejak
kejadian itu, entah siapa yang menceritakan itu semua kepada teman sekolahku
sehingga hari-hari itu menjadi buah bibir satu sekolah, dan tak luput sebagian
kecil dari guru-guru pun mengetahuinya.
Aku
menyerah?
Oh
tentu tidak, rasa suka ku kepada dirinya tidak sedikitpun berkurang.. dan ada dorongan
tersendiri setelah dia menolakku dengan kata itu. Aku malu, aku gengsi dan aku
ingin membuktikan kepada mereka kalau aku bisa dan suatu saat pasti dia menjadi
kekasihku, (hehe maklum masa SMA mental yang yaaaa seperti itulah hehe).
dhoooooooong
doooooooooong dhoooooooong.. Suara Gong yang menandakan awal dari Perjuanganku
D I M U L A I..
Setelah
kejadian penolakan itu (kasian sekali nasibku.. hehe) aku mulai genjar
berkomunikasi dengannya meski tak ada yang berubah dengan cara dia membalas
atau mengangkat teleponku..
dengan
berbagai cara aku lakukan agar dia merasa nyaman kepadaku, aku lakukan terus
terus dan terus tanpa pernah merasa lelah..
Dalam
masa-masa pengejaraanku, tidak semulus seperti beberapa sinetron ditelevisi, sangat
beraaat apalagi sejak kejadian itu ada beberapa pria yang datang silih berganti
untuk memperebutkan dia..
Oke,
semakin seru lengkap sudah perjuanganku.
PART III
Terakhir
aku bisa menyapamu
Dengan
seragam sekolah yang sama.
Teeeeg
teeeeeng teeeeeeeng..
Bunyi
bel yang terakhir aku dengar lengkap dengan canda teman sekelas.
Hari
itu, hari dimana terakhir aku memakai seragam ini, aku selalu melewati kelasnya
dengan harapan bisa bertemu bahkan menyapa dia untuk yang terakhir kali dengan
seragam ini, dan akhirnya sampai detik terkahir aku mengenakan seragam ini aku
tidak bisa bertemu dan menyapanya. Mungkin dia tidak mengerti tentang detik
detik terakhir aku mengenakan seragam ini.
[singkatnya]
aku bermasalah dengan sekolahan, dan dengan berbagai pertimbangan yang akhirnya
aku harus keluar dari sekolahan ini atau tetap tinggal namun di kelas yang
sama.
Dengan berbagai pertimbangan, jalan
terbaik yaitu meninggalkan dan mencari sekolah baru untuk meneruskan amanat
yang diberikan oleh orang tuaku untuk menimbah ilmu.
Dan semenjak kejadian itu, karena sekolahan
yang baru jauh dari rumah, aku pun memutuskan untuk menempati rumah ibuku yang
lama yang tak jauh dari daerah tempat sekolahanku.
***
Harum seragam baru, gerbang
sekolah yang berbeda dengan seisinya yang terasa hambar. Namun harus aku lalui
tanpa dia yang tercinta.
Sulit
menjalani hari tanpanya lagi, walaupun kita hanya sebatas gebetan, tapi
ternyata hal itu membuat kita menjadi lebih dekat. Berbulan-bulan ku nanti
jawabannya untuk kesekian kalinya. Tapi ternyata jawaban itulah yang sudah dia
tetapkan dan mungkin tak akan terganti, ingin hati untuk menyerah tapi sungguh
baru kali ini aku menemukan sesosok wanita yang berbeda dengan wanita yang lain.
Semenjak
seragam baruku, Sudah dua minggu aku tak bertemu dengan evi, bahkan aku tak
berusaha menghubungi evi selama itu, bukanya tak ada waktu atau sudah jengah
dengan sikap evi. aku sangat merindukanya, anya saja aku harus menahan diri.
Cooling down. Dan juga aku harus meluangkan waktu untuk menjalin keakrabanku
bersama teman-teman baruku.
Namun
kemarin aku sempatkan menelepon. Namun tidak untuk mendengar suara evi yang
kata orang “rasa rindu sedikit akan terobati jika mendengar suara orang yang
dirindukan”, Aku malah menelepon Tari, salah seorang teman akrab evi yang juga
kekasih temanku yang membantu saat aku ingin mengungkapkan perasaanku kepada
evi.
Aku
berharap dengan menghubungi Tari, aku bisa banyak bertanya tentang evi terlebih
menitipkan salam untuk orang yang sangat aku rindukan, untuk orang yang tak
pasti merindukanku..
PART IV
Apakah ini mimpi?
“ku tampar pelan pipi kananku”
Rasa
bingung tak karuan kepadanya tak terbendung lagi, komunikasi dan keakraban kita
terjalin sedemikian rupa apik tertata. Namun dia belum juga bisa menerima
cintaku, “aku masih belum ingin pacaran”, ucapnya setiap kali aku menanyakan
perasaanya kepadaku.
Setelah penantian panjang dan perjuanganku
yang melelahkan, aku merasakan sangat lelah dengan tingkahnya yang tak sedikit
berubah atau menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan merubah jawabnya tentang
cintaku. Jujur aku bosan dengan ucapanya, aku ingin sekali dia merasakan apa
yang aku rasakan.
Di ujung penantianku tentang cintanya,
saat kejenuhan menghampiriku dengan ribuan alasan untuk meninggalkan dan
melupakanya, namun aku harus berusaha meyakinkan cintaku kepadanya untuk yang
terakhir kalinya.
“jika kali ini aku di tolak untuk yang
keseribu kali, aku akan meninggalkannya dan mencoba mengubur dalam cintaku
kepadanya” gerutku dalam hati.
Kelas 3 semester akhir, pada hari-hari
persiapan berlangsungnya ujian nasional, kurang lebih 3tahun aku menunggunya. Aku
mencoba untuk yang kesekian kalinya menanyakan tentang perasaanya kepadaku.
Nanti
malam, iya nanti malam aku berniat menanyakan tentang perasaanya kepadaku, Jam
menunjukan pukul 09 malam, dan komunikasiku bersama dia masih lancar dan tidak
biasanya dia menemaniku selarut ini, “ah mungkin bentar lagi juga dia bilang
mau tidur”. Ucapku
15-20 menit kemudian, dan benar apa
kataku.
“udah
dulu ya fend, udah malam, mau tidur”. Isi pesan singkatnya.
Mungkin ini saatnya aku ingin membahas
tentang kita, dan perasaanya kepadaku.
“oh,
iya vi.. tapi mintak waktunya bentar kalua boleh. Aku ingin bertanya sesuatu”.
balasku
“iya,
apa?, pasti tentang yang itu?”. jawabnya
“hehe,
iya” balasku. (hehehehehehe saking seringnya aku menanyakan hal yang sama,
sampai-sampai dia sudah hafal, maklum udah ngebbet banget)
[singkatnya]
dia menanyakan keseriusanku, daan akhirnyaaaaa dia mengucapkan apa yang selama
ini aku idam idamkan, “iya aku juga sayang sama kamu”.
huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
serasa melayang dan ingin terbang, dengan rasa tak percaya.
Namun
aku ingin sekali mendengarkan langsung suaranya mengucapkan hal yang sangat aku
tunggu-tunggu itu, akhirnya aku menelepon evi dan menanyakan kebenaran isi
pesan singkat itu, dan dia mengucapkan sama persis dengan pesan yang dia
kirimkan kepadaku. “aku juga saying sama kamu”
Aku tampar
pipi kananku dan rasanya sakit
Ku ulangi
lagi, ku tampar pipi kiriku dan rasanya sakit
Aku
hentikan tamparanku karena memang iya, ini nyata dan tidak mimpi.
Perjuangan panjang yang aku lewati,
krikil-krikil cadas yang menghalang telah hilang, sekarang yang tersisah
hanyalah kebahagiaan, kebahagiaan, dan kebahagiaan.
***
Ku jalani hari-hariku yang sangat
terasa berbeda dengan sebelumnya, hidupku terasa sangat indah, terasa hanya aku
di dunia ini yang mengalami kebahagiaan ini.
PART IV
Akhir sebuah cerita
Setelah
sekian lama penantianku, aku merasakan lika-liku perjalanan cintaku bersamanya.
Bumbu-bumbu keindahan dan canda tawa tercipta bersamanya, haru dan tangis pun
tak luput ikut serta mewarnai ceritaku, bersamanya.
Setelah perjuangan panjang yang aku jalani,
keindahan yang terasa hakiki perlahan mulai memudar dengan berbagai tabrakan
kondisi, situasi dan waktu. Serasa baru kemarin aku mendengarkan dia berbisik
pelan ditelingaku bahwa dia juga mencintaiku dan ikhlas menerima cintaku, namun
sekarang “?” sulit untuk mengucapnya.
“Kenapa
kau lakukan ini?” aku bertanya kepada diriku sendiri.
Seharusnya di hari-hari ini aku memanen
apa yang dulu aku tanam, apa yang dulu aku perjuangkan, namun entah hama jenis
apa yang meluluh lantahkan ladang yang siap untuk aku panen.
Benih yang
aku tanam,
Benih yang
telah tertanam,
Benih yang
telah tumbuh,
Benih yang
tumbuh besar, berbunga dan berbuah.
Kegagalan panenku hari ini, sama
seperti kegagalan panenku tahun kemarin..
Apa aku masih punya dan kuat untuk
mencangkul lagi?
Apa dia bersedia untuk menumbuh
kembangkan benih itu? Aku pesimis karena ini kegagalan panen yang ke-dua kali.
Failed Anniversary Day
Aku
menatap jauh ke arah lapangan sepak bola yang ada di tengah perumahan, tepat di depan
rumah kontrakan, gemericik air hujan membasari rerumputan lapangan, genjrengan gitar yang tak karuan
seolah mengisyaratkan apa yang ada di dalam hatiku.
18 Desember 2015 tepat dihari yang seharusnya menjadi
anniversary day untuk hubungan kami.
***
Hai..
Evi, apa kabar?
Semoga
kabarmu lebih baik dari pada kabarku.
Hari
ini, tepat tanggal 18 Desember dimana 3 tahun lalu aku sangat menunggu hari
ini, iya hari ini, dimana kau membalas rasa sayangku kepadamu.
Aku
ingin di hari ini aku memanggilmu dengan panggilan kita kemarin, “maklamper”.
Maklamper,
aku ingin melihat senyummu lagi..
Andai
hubungan itu tak usai, harusnya hari ini hubungan
itu genap berusia 3
tahun. Sayangnya hubungan itu sudah berakhir bahkan ketika usianya kurang sedikit
lagi menginjak 3th.
Tak
terasa 3
tahun berlalu begitu saja, dan entahlah kenapa aku masih menaruh rasa pada wanita
berkerudung itu.
Padahal selepas dengannya aku sempat beberapa kali menjalin hubungan dengan wanita
lain, namun tak ada yang berbekas. Semua hubungan itu berlangsung dan berakhir
begitu saja, tak ada kesan apapun.
Apa
itu karena aku masih menaruh rasa padamu “maklamperku”? Ntahlah…
Sekitar
1 bulan yang lalu Kami memutuskan hubungan itu karena memang sudah merasa tak
cocok satu sama lain, tapi lebih tepatnya aku yang memutuskan hubunganku denganya. Dimasa-masa
genting itu evi sempat mencoba untuk bertahan dengan ribuan alasan yang memang
harus ada. Namun entah kenapa berbeda dengan aku yang seolah kemasukan setan
atau golongan jin,
yang ingin sekali aku mengakhiri hubungan itu cuma hanya
dengan satu alasan “bosan”. Tidak masuk akal memang setelah 2 tahun bersama aku
masih merasakan hal ini. Namun memang itu yang aku rasakan. Ya sudahlah
Sebenarnya
aku sangat tak menginginkan perpisahan itu. Jujur, saat itu aku sedang mulai
sungguh-sungguh mencintainya. Saat aku mengucapkan kalimat ‘putus’, aku
hancur. Namun aku mencoba untuk baik-baik saja dan menerima semuanya dengan
berat hati namun akan kuhadapi.
Evi,
jamah aku
Jamalah
rinduku
Tak
akan pernah usai cintaku padamu
Hanya
kata yang lugas yang kini tersisah,
Ku
ingin rasakan cintaa
Masih
seperti mereka
Tulus
seperti adanya
Suci
seperti dirimu “maklamperku”.
Jreng..
jreeng.. jreeeeng ...
Suara gitar menutup hari itu dengan suara tak karuan mengiringi
***
Aku
masih sangat hafal dengan senyumanmu
Aku
masih sangat hafal bagaimana kau mengabaikan cintaku
Aku
masih sangat hafal dengan semua tingkahmu
Aku
masih sangat hafal..
***
Dan
itu
masih
sangat
jelas
Saat
kau menolak cintaku
Saat
kau menerima cintaku
Saat
kau mempertahankan cintamu
Saat
kau mempertahankan cerita kita.
“aku
masih sangat menyayangimu” sesalku.
Sekarang,
izinkan aku untuk mengucapnya meski kenyataanya tidak.
HAPPY
ANNIVERSAY “Ma’lamperku”..
Dari,
Gerandongmu
2 comments:
Tragis cuk
@Yudi Ajha wkwkwk mohon bersabar ini ujian
Post a Comment