Iblis Adalah Anakku
karya Alfanani A
Aku adalah
seorang bapak. Seorang bapak yang saat ini tengah kehilangan keluarganya.
Jangan tanya istri
dan mertuaku, sebab mereka hanya mencintai uangku, bukan diriku yang apa adanya
dan buah hati hasil pernikahanku. Aku lebih senang menceritakan anakku. Ya. Anak
yang selalu didambakan kelahiranya oleh setiap bapak. Anak yang selalu
membuatku merasa dingin meski terpanggang lepas di tengah gumpalan tanah yang
kian menyala merah.
Farid adalah
anakku satu-satunya. Bagiku, Farid adalah anak yang sempurna, Meski tak jarang orang-orang
kampung menganggapnya sebagai iblis. Aku bisa memaklumi orang-orang yang
menyebut farid dengan sebutan iblis, karna wujudnya tak seperti anak manusia
pada umunya.
Farid lahir
dengan cacat. Ia hanya memiliki satu mata. Sedang diubun-ubunya tumbuh sepasang tulang yang kian hari kian besar hingga menyerupai
tanduk. Bulu lebat menutupi dada dan punggungnya. Tangan
dan kakinya besar.
“Dia bukan
anakku, dia Iblis,” kata istriku, sesaat setelah melahirkan Farid.
“Persetan apa kata ibumu. kau adalah anakku,” bisikku, setelah aku melafaldkan
adzan ditelinga anakku.
Aku tidak perduli pada kata-kata istriku atau
cemooh orang-orang kepada kami. Aku hanya
menghawatirkan bila dia beranjak besar nanti. Aku takut
farid juga tak bisa menerima kondisinya sendiri.
HARI demi hari
berlalu dengan baik. Farid kurawat sendiri meski masih satu rumah dengan istri
dan mertuaku. Ada perasaan
risih dan jijik yang kusimak di mata mereka. Beberapa
kali aku coba untuk meyakinkan istriku, agar kami bisa menerima semuanya.
“Kita sedang
menjalani ujian,” Tegasku
“Ujian?” sergah istriku.
“Ya.”
“Kenapa harus kita?”
“Sebab kita
pasti bisa melewatinya.”
Istriku
menggebrak meja. Ia beranjak dan membanting pintu kamar sekencang-kencangnya.
Mendengar keributan ini, tangis
Farid pun pecah. Aku mengambil
farid dan menggendongnya.
Saat
kususul istriku, kulihat ia sedang
berbicara serius dengan ibunya. Aku mengamatinya dari balik selambu di ruang
tamu. Entah bagaimana, saat itu juga tangis Farid berhenti. Sepertinya farid
juga sepakat untuk sama-sama menguping pembicaraan mereka.
“Apa kata
tetangga kalau anak iblis itu masih dirumah kita?” Bisik
ibu mertua pada istriku.
“Lalu bagaimana?”
“Buang.”
“Buang?” Tanya
istriku kaget
“Ya”
“Suamiku sangat
menyayaginya, Bu”
“Apa kau tidak sayang
dengan ibumu ini?”
“Tapi Bu….”
“Kau masih
muda. Masih banyak lelaki tampan dan kaya di luar
sana.”
Aku menangis
mendengarnya. Saat itu juga, bersama anakku, aku putuskan untuk meninggalkan
rumah istriku. Aku kembali kerumahku sendiri. Tepatnya, rumah peninggalan
almarhum bapak ibuku. Letaknya di sebuah
desa di pedalaman. Dan hanya ada beberapa rumah warga, Lumbung padi dan kandang
sapi. Jarak dari rumah satu dengan rumah lain juga tidak dekat. Aku dan farid
akan sedikit tenang. Tanpa terusik oleh kata-kata iblis lagi.
Aku besarkan
farid dengan kasih sayang seorang diri. Selain seorang bapak, aku juga berperan
menjadi seorang ibu. Lama kelamaan farid pun beranjak besar. Ia mulai bisa
berjalan, berlari dan bicara. Sampai suatu ketika farid bertanya tentang
kondisinya. Waktu itu farid sudah berusia 15 tahun
“Kenapa aku
tidak seperti teman-temanku, Pak?”
“Maksudnya?”
“Kenapa aku
terlahir seperti ini?”
“Tuhan merencanakan
sesuatu,
Rid”
“Apa?”
Aku diam. Farid
melanjutkan bertanya, “apa ada yang
mau menjadi istriku dengan kondisi yang seperti ini?”
“Ada, pasti
ada”
“Siapa?”
“Suatu saat
tuhan pasti mengirimkan bidadari untukmu. Dan menjauhkanmu dari wanita yang
berhati busuk seperti ibumu”
Aku menceritakan
panjang lebar tentang ibunya. Mulai dari awal aku bertemu dan menikah hingga
saat aku keluar dari rumahnya. Kulihat Farid menyimak betul kata-kataku. Ia pun
memahami dan menerimanya dengan senang. Ya kulihat itu dimatanya.
“Lalu, kapan
tuhan mengenalkan bidadari itu padaku pak?”
“Setelah kau
benar-benar siap”
“Apa sekarang
aku belum siap?”
“Hampir,” aku
mengelus kepalanya, “Tidurlah nak, sudah malam”
Aku mengenakan
selimut dari sarung dan menutup pintu kamarnya.
Aku terjaga
sepanjang malam. Kata-kata Farid selalu muncul. Aku membayangkan suatu ketika
Farid sedang bertemu dengan seorang wanita dan berharap wanita itu mau untuk
hanya sekedar berkenalan. Tapi itu sangat sulit. Apalagi dijaman seperti ini. Semua
harus serba perfect dimata wanita. Sedangkan anakku?
No comments:
Post a Comment